Disampaikan pendiri Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar,
Anies Baswedan pada waktu pemberangkatan Pengajar Muda angkatan pertama pada
hari Rabu 10 November 2010
indonesiamengajar.org--Pagi tadi langit masih agak gelap. Tepat pukul 05.20 WIB
Pengajar Muda resmi dilepas di Bandara Soekarno-Hatta. Di bandara yang membawa
nama pahlawan proklamator Indonesia dan di hari saat republik tercinta
merayakan Hari Pahlawan. Hari ini Pengajar Muda berangkat. Hari ini usai sudah
gemblengan tujuh minggu, gemblengan kepemimpinan dan kepengajaran.
Bandara ini dinamai Soekarno-Hatta. Dua tokoh ini sesungguhnya
memiliki peluang untuk meniti karier di bidangnya, hidup nyaman, dan sangat
sejahtera untuk dirinya dan untuk keluarganya. Tapi mereka memilih untuk
berjuang; pembuangan dan penjara bukan halangan. Mereka berjuang membebaskan
bangsanya dari kolonialisme. Tanda pahala mereka kini langgeng menempel di
setiap jiwa Indonesia.
Pagi ini di bandara yang membawa nama pahlawan inilah para
Pengajar Muda meninggalkan kenyamanan kota. Mereka anak-anak usia muda. Mereka
cerdas dan berprestasi. Mereka memancarkan potensi kepemimpinan yang solid.
Peluang materi besar yang ada di hadapannya mereka tinggalkan. Mereka
tanggalkan pekerjaan mapan mereka, mereka lepaskan peluang kerja bergaji
tinggi. Anak-anak muda terbaik ini memilih berangkat ke pelosok Indonesia. Di
Hari Pahlawan ini mereka memulai langkah menjadi guru SD di desa-desa
terpencil.
Menjadi guru itu mulia. Menjadi guru itu wajar. Dan, adanya guru
di pelosok negeri itu biasa. Tetapi kali ini kita melihat fenomena yang
berbeda. Anak-anak muda terbaik meninggalkan kemapanan kota, melepaskan peluang
karier dan melewatkan semua kenyamanan lalu memilih menjadi guru SD di
desa-desa tanpa listrik. Berangkatnya mereka ke desa terpencil untuk mengajar
bukanlah sebuah pengorbanan, itu adalah sebuah kehormatan, kata Abah Iwan
Abdurrahman. Mereka mendapatkan kehormatan untuk melunasi sebuah janji
kemerdekaan: mencerdaskan kehidupan bangsa.
51 Pengajar Muda ini hadir dan membuat nuansa yang berbeda
tentang Indonesia. Sejak Gerakan Indonesia Mengajar diumumkan bulan Mei
2010 kita seakan ditunjukan dengan wajah lain tentang anak-anak muda Indonesia.
Sejak awal sudah jelas-jelas dinyatakan bahwa program ini akan menempatkan
anak-anak muda di pelosok negeri, yang sebagian besar belum terjamah listrik
ataupun sinyal telepon selular. Tapi tantangan itu justru dijawab secara
kolosal. Ada 1.383 anak muda menyatakan siap untuk jadi guru di daerah
terpencil. Mereka menulis essai yang sangat menggugah. Mereka beberkan alasan
mengapa mereka siap, sanggup dan ingin sekali menjadi guru di pelosok
negeri. Mereka seakan menuliskan: Indonesia, aku ingin mengajar.
Kami tertegun!
Selama proses seleksi, dipampangkan di depan kita deretan
anak-anak muda Indonesia yang cerdas, tangguh, kreatif, idealis dan ingin
berjuang. Mereka membuktikan bahwa republik ini tidak berubah, ibu-ibu di
republik ini tetap melahirkan pejuang, ibu kita tetap melahirkan anak-anak
promotor kemajuan. Mereka adalah bukti otentiknya. Kami takjub dan tergetar.
51 Pengajar Muda memilih untuk mengabdi di ujung negeri, menjadi
guru dan tinggal bersama masyarakat biasa. Rakyat di pelosok sana sudah hapal
janji kemerdekaan, tapi kita tak kunjung melunasi janji itu.
Hari ini mereka berangkat. Tidak mudah apa yang akan mereka akan
lalui selama satu tahun ke depan, tetapi semua yang sulit sesungguhnya adalah
pelajaran hidup. Dan when
the going gets tough, the tough gets going; mereka tangguh dan
insyaAllah mereka akan lewati dengan kesungguhan. Saya pernah sampaikan, sukses
itu sering bukan karena berhasil meraih sesuatu tetapi karena berhasil
menyelesaikan dan melampaui tantangan dan kesulitan.
Dan untuk teman-teman Pengajar Muda, hari ini adalah saatnya.
Saat meneguhkan niat serta menguatkan kemauan luhur itu. Izinkan anak-anak SD
di pelosok itu mencintai, meraih inspirasi dan berbinar menyaksikan
kehadiranmu. Setelah selesai program ini maka label Pengajar Muda akan
menempel seumur hidup. Anda kenal dan bagian dari rakyat jelata. Anda pernah
hidup bersama mereka di pelosok sana, dan yang terpenting adalah anda sebagai
anak-anak muda terbaik ini telah ikut –sekecil apapun- mendorong kemajuan,
mengubah masa depan mereka jadi lebih cerah. Jejak kalian di desa-desa
terpencil itu akan dicatat dengan pahala, akan ditandai dengan peluk
persaudaran dan bersemai di kenangan anak-anak desa hingga generasi mendatang.
Kelak, setiap anak-anak desa itu berhasil meraih mimpinya, maka pahala kalian
selalu ada didalamnya.
Teman-teman Pengajar Muda tercinta, teguhkan niatmu. Datangilah
desa-desa terpencil itu dengan keikhlasan, dengan rendah hati, dengan
kesantuan, dengan kasih sayang. Sambutlah kehadiran anak-anak SD itu di kelasmu
dengan rasa cinta, belai rambut mereka dengan kasih, tatap wajah polos mereka
dengan pancaran senyum dan berikan yang terbaik darimu untuk mereka. Izinkan
anak-anak SD di desa-desa terpencil itu berbinar melihatmu, belajar untuk maju
darimu, mencintai ilmu darimu dan memandangmu sebagai visualisasi mimpi mereka
dan visualisasi mimpi orang tua mereka. Izinkan mereka bermimpi bisa meraih
apa-apa yang anda sudah raih. Tebarkan kesabaran, tumbuhkan pengetahuan, dan
tanamkan ketangguhan berjuang di dada mereka.
Teman-teman Pengajar Muda tercinta, samudra peluang mengabdi itu
ada di hadapanmu. Arungi dengan semangat, arungi dengan optimisme, arungi
dengan pengetahuan. Dan kelak kembalilah dengan berderet tanda pahala di
pundakmu. Pahala langgeng dan kenangan permanen yang bisa kalian ceritakan
sampai pada anak-cucu nanti.
Saya tulis ini semua dengan rasa haru, rasa bahagia, rasa
bangga, dan dengan gelora optimisme. InsyaAllah, Indonesia kita akan menjadi
lebih baik, lebih maju lewat langkah-langkah kecil ini.
Gema syair lagu Padamu Negeri yang dinyanyikan oleh 51 Pengajar
Muda tadi pagi di Bandara Soekarno-Hatta seakan menggema di ruang kerja ini.
Bersyukur sekali, akhirnya di Hari Pahlawan kali ini ditakdirkan
menyaksikan dan melepas para pejuang. Di Hari Pahlawan ini, satu langkah kecil
diayunkan untuk ikut melunasi sebuah janji kemerdekaan: mencerdaskan kehidupan
bangsa. Semoga keihklasan selalu menjadi bagian dari ikhtiar ini.
Saya jabat satu per satu. Jabat dengan erat. Saya tatap mata
mereka. Bening mata kita, ada ambangan air menyerupai cermin. Tak ada banyak
kata yang diucap. Hati kitalah yang saling berjawab. Selamat jalan teman-teman
Pengajar Muda. Selamat berjuang...
Padamu negeri kami berjanji...
Padamu negeri kami berbakti...
Padamu negeri kami mengabdi...
Bagimu negeri jiwa raga kami...
Jakarta, 10 November 2010
Anies Baswedan
Tidak ada komentar:
Write komentar