Tuesday, Mar 22 2016
RDP: Tatap muka Komisi VII DPR RI
dengan Pemprov Malut terkait pembahasan masalah pertambangan di Malut,
di lantai IV Kantor Gubernur Malut, di Sofifi, Senin (21/3).
SOFIFI – Peruasahaan tambang di Maluku Utara
(Malut) telah menunggak kewajiban membayar iuran tetap (landrent),
iuran produksi (royalti), dan penjualan hasil tambang. Tak
tangguh-tangguh, kewajiban pihak perusahaan yang tidak dibayar kepada
pemerintah provinsi mencapi Rp1,68 triliun.
Angka tersebut terdiri
dari Iuran tetap tahun 2014 senilai Rp119.843.788.576, Iuran tetap tahun
2015 senilai Rp59.155.616.877, Royalti tahun 2014 senilai
Rp9.058.164.424 dan piutang negara tahun 2011 sampai 2015 senilai
Rp30.547.010.447. Belum lagi Dana Bagi Hasil (DBH) dari penerimaan
royalti atas penjualan feronikel (feni), yang diolah PT. Aneka Tambang,
tbk di Pomala Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. “Hasil
tambang di Malut dibawa dan diproduksi di Sulawesi Tenggara. Tapi kita
di Malut tidak dapat apa-apa,” kata kepala dinas ESDM Rahmatia Rasid,
pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, di kantor
Gubernur Senin (21/3).
Selain itu, data produksi tambang khususnya
nikel di Malut dari tahun 2011 sampai dengan 2015 mencapai ribuan ton.
Pada tahun 2011, jumlah produksi mencapai 613.136 ton, tahun 2012 jumlah
produksi sebanyak 328.000 ton, pada tahun 2013 jumlah produksi sebanyak
211.250 ton dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 1.081.172 ton.
"Masalah lain adalah, proses penghitungan royalti dari PT. NHM juga
tidak mengikuti Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 2012, tentang tarif
iuran tetap yakni komuditas royalti emas sebesar 3,75 persen per kilo
gram. Sudah begitu, proses renegosiasi royalti, Pemprov tidak pernah
dilibatkan," ungkapnya.
Dia mengatakan, pemerintah telah menyurat
kepada pihak perusahaan agar segera memenuhi kewajibannya. "Kami hanya
menyurat kepada mereka (perusahaan), belum ada upaya lain yang
dilakukan," akunya. Terpisah ketua rombongan komisi VII DPR RI Tamsil
Lindro, kepada wartawan usai RDP dengan Pemprov mengatakan, pihaknya
akan memanggil menteri ESDM untuk melakukan rapat bersama, dan
mempertanyakan persoalan pengelolaan pertambangan di Malut. Sebab sudah
ada hasil yang diolah selama lima tahun dan hasilnya mencapai ribuan
ton, tapi Malut tidak mendapat bagian apapun.
Padahal lanjuut dia,
hasil produksi tersebut diambil dari Malut sebagaimana yang dilakukan
PT. Aneka Tambang. "Selain itu, dana royalti juga menjadi catatan untuk
disampaikan. Yang penting dinas ESDM segera menyiapkan data-data
tersebut kepada kami, agar setelah disampaikan langsung diserahkan
datanya," pungkasnya. (udy/wat)
http://portal.malutpost.co.id/en/polmas/item/14155-utang-perusahaan-tambang-rp168-triliun
Tidak ada komentar:
Write komentar